Masih Ada Hari Untuk Abdul

Masih Ada Hari Untuk Abdul

Abdul adalah seorang siswa yang duduk dibangku kelas tiga. Abdul bukanlah anak yang pintar di kelasnya. Setiap hari Abdul selalu mendapat hukuman dari gurunya karena tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Ditambah Abdul sering terlambat masuk ke sekolah. “Abdul kau tidak mengerjakan tugas rumah lagi.”Tegur gurunya untuk entah berapa kalinya. Abdul hanya bisa terdiam ,”bagaimana saya bisa ,mengerjakan tugas kalau setiap hari harus membantu ibu berdagang.” Batin Abdul


“Ibu guru selalu memberitahukan kepadamu untuk memperhatikan pelajaran dan mengerjakan tugasmu Abdul, kenapa kau tidak mendengarkan? Sekarang kau kerjakan pekerjaan rumahmu dikoridor kelas dan jangan tertidur lagi.” Ucap gurunya sambil mengembalikan buku tulis Abdul.


Abdul berjalan dengan lesu menuju koridor dan duduk sambal menyendarkan tubuhnya ke tembok. Tembok koridor kelas sudah menjadi sahabat terbaik Abdul setiap dia menerima hukuman.Buku matematika hanya dipandanginya dengan perasaan lesu.Otaknya berusaha untuk berfikir tetapi tetap tidak mampu untuk memecahkan masalah pembagian yang ada dihadapannya, jangan kan pembagian, untuk perkalian pun ia tidak pernah menghafalkan. Angin sepoi-sepoi di koridor kelasnya membuat dia terkantuk-kantuk dan mulai tertidur. Abdul bermimpi  melihat begitu banyak makanan yang dihidangkan ibunya. Dan Ketika dia akan memakannya, tiba-tiba ada suara seperti petir menggelar keras terdengar di telinganya.’Abdduuuuuullll!” sontak terkaget Abdul membuka matanya dan melihat wajah ibu guru yang melihatnya dengan pandangan kesal. “ooh”Abdul Kembali tertunduk.


Dengan berjalan gontai, Abdul pulang ke rumahnya. Dia menahan lapar sejak pagi, karena bangun kesiangan, dia tidak sempat untuk sarapan. Ibu pun tidak pernah memberikan uang jajan untuknya. Banyak tukang jajanan kesukaannya tetapi dia hanya bisa melihat dan memandangi anak-anak yang membeli jajanan. Sesampai di rumah, Abdul melihat ibunya sedang sibuk menggendong adiknya yang masih balita dan sedang menangis.”Abdul, cepat kau ganti bajumu karena ibu sudah menyiapkan kue untuk kau jajakan hari ini. Jangan lupa kau hitung kembalian penjualnya dengan benar, biar kita tidak merugi lagi.”ucap ibunya sambil mengambilkan untuk dijajakannya.


Abdul hanya sekilas melihat ibunya, dia tahu rutinitas yang harus dia kerjakan setiap harinya. Bahkan di hari libur pun dia berdagang dan tidak ada waktu untuk bermain. Jika dia tidak berdagang, maka tidak akan ada cukup uang untuk membeli makanan, susu adiknya dan membayar kontrakan “Seandainya ayah masih hidup.” Kepedihan tiba-tiba mendera hatinya.


Tempat Abdul mangkal berdagang adalah sebuah terminal kecil didaerahnya. Kue dagangannya sering dibeli oleh para supir angkutan dan truk,serta para tukang ojek yang mangkal.Terkadang ada juga ibu-ibu ataupun penumpang terminal yang membelinya. Baru saja duduk dan menggelar kuenya, seorang pemuda berambut gondrong,beranting dan memakai baju tengkorak mendekatinya” hey Dul, mana uang kontrak yang belum kau bayar kemarin?”bentaknya sambil melotot.”Belum ada bang,ini saya baru mau buka, sabar ya bang, sore baru saya bayar”kata Abdul.”awas kau ya,jika masih tidak bisa membayar lapak ini, kau tidak diijinkan untuk berdagang lagi disini.”kata preman itu sambil berlalu. Abdul hanya bisa memandangi kue dagangannya dengan sedih. Cuaca sangat mendung akankah ada pembeli hari ini? 

Bersambung